Rabu, Februari 13, 2008

apa yang tersisa

apa yang tersisa
dari fajar yang tersaput mendung
mendulang grimis fana tanpa kata tanpa bahasa

apa yang tersisa
dari semaian bunga tertutup ilalang
memerdaya kumbang menilap remang
melunglaikan sayap rama-rama menepis saripati asa

apa yang tersisa
dari airmata yang jatuh tak terbendung
meski tebing tlah dipasak
meski bumi tlah dirangkum

dan samudra bagai tak bertepi melanda
meruak di relung-relung paling dalam
meninggalkan gurat hitam tak terperi dalam goa jiwa yang tak lagi berpenghuni

lalu apa yang tersisa
dari pengelana yang dahaga
dengan tempayan yang kusut masai
...

[]
Pattimura 5,
6:07 PM 13/02/2008

Rabu, Juni 28, 2006

layanganku

aku turun bersama rama2 menyusuri tegalan padi menguning
membawa layang2 jingga bersayap kupu2
menyusuri pinggiran kadang becek buatku terpeleset
aku teriak kecil tertawa2
kau disampingku bergayut manja
menalikan pita lembut di telinga kiriku saat membisikkanku
kau ingin turut layanganku...


[layanganku]
21:32 13/08/2002

tentang bunga-bunga

aku berada di tepian telaga ketika kau hampirkan sampanmu
aku bermain dengan kupu-kupu ketika kau tawarkan jarimu
bertaut dengan jariku
dan kau datang dialtarku menggenggam khidmat

...

berhentilah sebentar sang pelaut
biar kupilih bunga mana yg menyertai

...

bersama kelopak musim semi ini
kita berayun-ayun ditingkah gelombang
ah,
hangatnya berlindung dibawah mantelmu berbagi udara


kanda,
sungguh ingin kubaca lentera
dan kututurkan tentang bunga-bunga



[tentang bunga-bunga]
kediri 10:35 06/05/2005

perjalanan menenteng bumi di jalan bintang susu

aku ingin marah
aku ingin meradang
aku ingin membobol menghantam-hantam
aku ingin meluapkan banjir geramku
ke kota-kota, gunung-gunung dan ujung langit
sampai samudera meluap penuh kebencianku

tapi kasihan sekali aku
tiada yang cukup membendungku

aku pilih istana megah nan asri di puncak bukit
berharap bisa memungut pagi berdiang di lembah
bobol dia ketika cahayaku tak lagi hangat melindungi
beringsut ketika nyalaku mulai membakar

aku tegakkan batang kayu kuhunjam dalam di tanah
kalau-kalau kepalaku terlalu berat
aku bisa bersandar
tapi kasihan sekali aku
baru saja rambutku kukulai di pucuknya
terbelah batang kayu patah-patah

aku tak bisa bersandar
aku tak bisa berlindung

aku mesti dimana
tidakkah juga aku manusia

aku lihat kupu-kupu hinggap di taman surga
aku silau
sayap-sayapnya merekah seolah berkata
"wahai ksatria, jadilah pelindungku...
maka kemanapun kau pergi kau kan terpuji
kemanapun kau berada kau kan dipuja..."

tapi aku terhina
tapi aku celaka
ketika susunanku berkata
"tidak....
kau sedang berdiri
di bendungan kali yang terus bergetar
karena yang kau alirkan adalah samudera..."

aku merusak fondasinya
aku menggerogoti tiangnya

betapa kasihannya aku
kupu-kupu dengan sayap terkulai di tangan
adalah bendungan retak

...

aku tak mungkin bersandar
aku tak mungkin berlindung
kasihan sekali diriku yang terus berjaga

maka mataku liar memandang menyala-nyala
kusapu jagad raya aku berteriak di jalan susu

"apa yang salah dengan kelemahanku?"

aku tidak minta dilahirkan begini
aku bukan peserta simposium perumusan takdirku
aku hanyalah wayang krucil di pakeliran Kanjeng Gusti
yang harus setiap saat siap dengan tragedi

aku ingin geramku memancar
aku ingin marahku semburat
aku ingin gigi-gigiku berloncatan di jalanan meneriakkan kata-kata pias dan kuyu
biar kemanusiaanku lumayan komplit

...

dan terseok-seok aku berganti-ganti
menang-kalah-menang-kalah
busurku teracung menantang langit
aku berdiri di Arcapada ketika tata surya memalingkan matanya
mereka menatapku
"apa kejadianku..."

maka kutunggangi Garudha Wisnu
kupinjam cakra Khrisna
aku berpacu melesat mengangkangi dunia batara
ada sosok diwajah Chandra
ada teratai ranum dengan matahari berlimpah di aura kelopaknya

bagai Tirta Kamandhanu meresap di pori-poriku
aku bergejolak
jiwaku bernyanyi-nyanyi riang bergoyap tap-tap-tap
"...nirwana...nirwana..."

tapi kasihannya aku
ketika aku meluas menjadi muara semuanya
pantai-pantaiku yang sering kucumbu desir muson
tak memberiku nyiur
tak lagi berpasir putih

nirwanaku merasuk bagai keong menyelusup dibalik butiran pasir
lalu buih-buih laut selatan datang membasahi

aku lunglai
aku mengendap
aku tak bisa lagi geram

...

maka satu-satu aku menjentikkan jemariku memahat semesta
aku berlindung di balik jaket kumal
dengan sekumpulan pundi-pundi sisa perjalanan
lusuh aku berdiri
kusut mukaku
codet dan luka dimana-mana

(ada mata air di padang pasir ini
ada manisnya korma di gurun ini
oh
burung-burung pasti berkicau di suatu tempat
dan onta-onta menjilati anak-anak tuannya
ada cengkerama sanak keluarga
mendendangkan syair-syair Wahabi
...
pasti ketika aku sampai disana
selimut wol akan menggantikan keringatku
dan aku bisa menyelusup sebentar dibalik bantal-bantal itu
mendengarkan celoteh para ibu susu menggunjingkan para saudagar
sampai mataku yang lelah ini terlelap)

...

kuangkat lagi kepalaku
malam penuh badai ini
tak bisa memungutku menjauh dari esok pagi
...

[perjalanan menenteng bumi di jalan bintang susu]
desdemonia - 11:58 11/03/2003

menunggumu mengendap

aku menunggumu mengendap
aku sangat sabar
bahkan dengan terdiam
aku menunggumu mengendap
sampai-sampai inderaku hanya telinga
karena mata dan mulut tidak lagi bijaksana
aku menunggumu mengendap
biar nanti di dasar
kita putuskan masa depan

...
[menunggumu mengendap]
desdemonia - 21:22 07/03/2003